Sabtu, 16 April 2011

Masjid Agung As-Salafi Caringin, Kabupaten Pandeglang. Dibangun Tahun 1884 untuk Selamatkan Akidah Masyarakat



Masjid Agung As-Salafi, Caringin, peninggalan Syech Asnawi bin Syech Abdurrahman, yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 31, Caringin, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, memiliki nilai sejarah sangat kuat. Dari masjid ini, Syech Asnawi menyiarkan Islam.

 
Masjid Agung As-Salafi Caringin atau yang kerap disebut Masjid Caringin memiliki luas tanah 50 x 70 meter persegi dan luas bangunan 30 x 20 meter persegi. Pada hari-hari tertentu, masjid ini ramai dikunjungi wisatawan baik dari Pandeglang maupun dari luar Pandeglang.

Para wisatawan, selain mengunjungi masjid, biasanya juga berziarah ke makam Syech Asnawi. Salah satu aktivis masjid Tb Ma’mun mengatakan, masjid baru ramai bila ada kegiatan peringatan hari besar Islam (PHBI) yang dipusatkan di halaman masjid.

Sementara dalam mengungkap sejarah pendirian Masjid Agung Caringin, Radar Banten berbincang dengan Haji Raden Ahmad (HRA) Syaukatuddin Inaya, Ketua DKM Masjid Agung As-Salafi Caringin. Dalam perbincangan yang kurang lebih menghabiskan satu setengah jam, ia menerangkan, tujuan pendirian Masjid Caringin oleh Syech Asnawi bin Syech Abdurrahman tahun 1884 untuk menyelamatkan akidah masyarakat.

“Tidak hanya itu, tujuan pendirian masjid ini juga untuk menenangkan kembali hati masyarakat yang setahun sebelumnya tengah dilanda ketakutan akibat meletusnya Gunung Krakatau,” ungkap Syaukatuddin.

Sejumlah bukti bahwa tujuan dibangun masjid ini untuk memperbaiki masyarakat, kata dia, terlihat dari keunikan yang ada pada bangunan masjid. Seperti fitur tiga kolam di halaman masjid, yang mengartikan bahwa setiap orang beriman harus  mensucikan diri dengan tiga jenis air yang antara lain air ma’rifat, air syariat, dan air hakekat. “Bangunan masjid ini benar-benar banyak makna terlebih dalam sebuah kehidupan,” paparnya.
Kemudian fitur pangwadonan. Lanjut Syaukatudin, fitur ini merupakan tempat salat wanita yang letaknya sebelah kiri dari pintu masuk masjid. Selanjutnya, fitur 10 jendela yang melambangkan bahwa orang yang melaksanakan salat di masjid akan mendapat doa dari 10 pimpinan malaikat dan fitur 15 pintu yang menerangkan bahwa lafadz salam sebanyak 15 kata, yang antara satu dengan yang lainnya saling membantu.

Tidak hanya itu, bapak yang sehari-harinya mengurusi masjid ini, mengatakan, fitur mimbar yang dibangun di tengah-tengah masjid mengartikan bahwa setiap dai atau mubalig harus benar-benar berada di tengah umat.
Tidak berat ke kiri atau ke kanan. Melainkan harus lurus memuliakan agama Allah SWT.

“Terakhir fitur atap masjid yang berjumlah tiga tingkat. Yang menerangkan rukun agama, seperti Iman, Islam dan Ikhsan,”  papar Syaukatuddin, seraya menyebut, dari awal pembangunan hingga sekarang warna cat tak berubah yakni putih dipadu warna hijau.

Sebelum menutup perbincangan, bapak asal Serang yang menikah dengan keturunan Syech Asnawi ini mengatakan, sejak dibangun tahun 1884 hingga 2009, masjid peninggalan pejuang Banten ini belum pernah dirombak. Kecuali perbaikan ringan yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten tahun 2000, seperti pergantian genteng, dan kusen jendela serta pintu. Setelah itu tahun 2005, dari dana bantuan pengusaha sukses Probosutedjo seperti pemagaran halaman dan pemasangan paving block.
“Secara khusus, belum ada perhatian dari pemerintah. Kecuali pemasangan papan larangan yang menerangkan, bahwa masjid ini merupakan situs purbakala milik negara,” ungkap Syaukatuddin.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum, mau tanaya punya no. kontak masjid as salafi atu tidak? terima kasih

    BalasHapus